Senin, 31 Mei 2010
Pojok
TAJUK RENCANA
Pojok
Jangan-jangan ingin merasakan empuknya kursi baru AS, ya?
Korban lumpur Lapindo menuntut Aburizal bakeri ganti rugi.
Mantu sampai bermilyar-milyar saja bisa, masak ganti rugi ngak bisa!!
Konggres Partai demokrat berjalan lancar.
Andi Malarangeng tergeser mundur!
Pemilihan ketua KPK harus profesional.
Kalau amatiran, bikin sayembara saja!
(ENDAH SETIYANINGRUM/153080077)
Minggu, 30 Mei 2010
Tajuk Rencana
Sudah beberapa peristiwa penembakan mati teroris secara langsung di tempat kejadian dilakukan oleh Polisi dan Densus 88. Seperti penggrebegan teroris di Ciputat pada 9 Oktober yang berbuntut tewasnya dua buronan Syaifuddin Zuhri dan M. Syahrir di sebuah rumah kos-kosan yang terletak di Jalan Semanggi, Ciputat Timur. Hal sama juga terjadi ketika Densus 88 menyergap di sebuah rumah di Dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, yang hingga memakan waktu sehari semalam dan menewaskan Ibrohim atau Boim. Begitu pula ketika Densus 88 menyergap buronan kelas wahid Noordin M.Top di desa Kepuhsari Mojosongo Jebres.
Polri dan Densus 88 seharusnya tidak melakukan penembakan mati kepada para teroritanpa proses hokum terlebih dahulu. Setidaknya teroris-teroris tersebut di beri hak untuk menjalani proses hokum sebagaimana mestinya. Para Teroris seharusnya di beri kesmpatan untuk menjalani penyelidikan dan pengadilan. Apalagi Negara kita adalah Negara hokum dimana setiap WNI punya kedududkan yang sama dalam hukum dan juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan hukum
Sabtu, 29 Mei 2010
Terorisme yang kian merajalela
Kelompok teroris hingga saat ini kian gencar melancarkan ancamannya. Selama ini, ada kesan bahwa setelah aparat keamanan berhasil melumpuhkan sejumlan pentolan gerakan terorisme, seolah tugas kita sudah selesai. Padahal, ibarat menangkap ikan dengan jala yang besar, tentu yang tertangkap hanya yang besar-besar saja. Sementara ikan kecil, bisa saja lolos dari sergapan. Kejadian yang sama berlaku dalam penuntasan kasus terorisme. Gembong besar tertangkap, sementara yang kecil lolos. Dan bila tiba waktunya, bibit kecil bisa menjadi besar.
Memang, sejumlah aktor terorisme, seperti Noordin M Top, Dr Azhari, Dulmatin, dll, sudah ditembak mati. Pertanyaannya, akankah bibit terorisme yang sudah lama ditabur selama ini, bisa kita tangkap juga ? Bibit-bibit yang dulu tidak terlihat, dan tidak berarti apa-apa, kini sudah besar dan membahayakan. Lihat saja apa yang terjadi secara beruntun di Aceh.
Bahkan terakhir kita dipusingkan dengan mencuatnya teroris kelas kakap yang baru, yaitu Abdullah Sunata. Oleh Polri, keberadaan Abdullah terus diburu. Sebab, oleh banyak kalangan, termasuk oleh Polri sendiri, power Abdullah setara dengan Noordin M Top dan Dulmatin. Yang membawa pengaruh begitu besar dan kapasitasnya yang mumpuni untuk menggerakkan roda terorisme. Dengan demikian, patut disebut, bahwa ancaman terorisme masih kian mengkhawatirkan dan membahayakan kita semua.
Bahkan, sebagaimana disebutkan oleh para petinggi Polri, target terorisme tidak lagi sekedar membuat kengerian bagi banyak orang, dengan melakukan peledakan bom di tempat-tempat umum. Misalnya di hotel, Mal, atau pusat keramaian lainnya. Namun, kini target sudah diarahkan ke arah yang lebih besar yaitu, istana negara. Artinya, detik-detik perayaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2010 ini pun tak lepas dari ancaman terorisme.
Jaringan teroris terus menebar ancaman dan semakin menunjukkan kekuatannya. Mereka hendak membuktikan betapa kuatnya jaringan yang telah dibangun selama ini dan sekaligus mengancam masyarakat dunia. Tidak heran ketika aparat kepolisian terus gencar memburu teroris dan telah berhasil menembak mati dan menangkap sejumlah pelaku teror, kemudian memunculkan reaksi menantang dari jaringan terorisme internasional.
Misalnya adalah kelompok Al Qaeda yang semakin menggurita. Seperti diberitakan oleh banyak media, Al Qaeda bahkan berencana menyerang penjara di Indonesia, yang merupakan tempat ditahannya sejumlah pelaku teror. Kuat dugaan, bahwa jaringan terorisme di tanah air tumbuh dan berkembang karena sokongan sejumlah organisasi teroris internasional, khususnya dalam hal pendanaan. Kalau kita hendak membumihanguskan teroris dalam negeri, maka satu tugas utama akan memutus mata rantai terhadap jaringan internasional.
Satu ancaman yang paling fenomenal dari kelompok ini adalah diincarnya detik-detik perayaan kemerdekaan pada 17 Agustus nanti. Bisa dibayangkan betapa hebohnya dunia dan betapa malunya Indonesia bila ancaman ini benar-benar terbukti. Kita sangat berterimakasih atas kerja keras yang terus dilakukan oleh aparat kepolisian dan intelijen dalam memburu jaringan teroris. Secara perlahan namun pasti, kerja keras itu telah membuahkan hasil. Terakhir pihak kepolisian menyebar foto dan nama empat orang yang sedang diburon terkait dengan sejumlah aksi teror di dalam negeri. Mereka diduga berperan penting, baik selaku perakit bom, perekrut calon “pengantin”, dan bahkan yang bertugas menyusup ke arena sasaran. Pencarian ini sejalan dengan langkah serius untuk melacak keberadaan sang aktor utama, yaitu Abdullah Sunata yang hingga kini masih belum tertangkap.
Perang terhadap teror tak boleh mengendur. Perang yang tentunya tak boleh sekedar propaganda, himbauan dan slogan-slogan semata. Kita harus memulai dengan langkah yang lebih intensif. Pengawasan di pintu-pintu masuk di sejumlah bandara, pelabuhan, dan lain-lain harus lebih diperketat. Perburuan harus terus ditingkatkan. Demikian juga dengan pengamanan di tempat-tempat vital dan fasilitas umum. Operasi intelijen tak boleh kalah dibanding kelihaian para pelaku teror. Hanya dengan keseriusan kitalah, ancaman terorisme tersebut dapat dipatahkan.
Christina N ( 153080104 / F )